Friday, December 6, 2019

Daun Hatiku

Daun hatiku terkulai
Terhempas lemas ke bumi
Ditiup angin
Melayang sejenak
Lalu terhempas lagi

Sekarang senja telah terbenam
Tak ada juga sepoi menghembus
Daun hanya terdiam
Tidak ke kiri, juga ke kanan

Daun hatiku terkulai.

(Sebuah catatan usang di lembar sebuah Rabu bertahun yang lalu)

Tuesday, September 3, 2019

Indonesia (menurut)ku

Sebutlah ini sebagai identitas :
- ada darah Yogyakarta-Jawa Timur mengalir
- hidup di tanah Priangan
- beragam Kristen Protestan

Dengan identitas itu, apakah sebuah 'keberdosaan' jika si sosok itu mencintai Indonesia?

Mari coba dengan kombinasi identitas lain :

- mengalir darah Minang
- hidup di tanah Maluku
- mengimani Penciptanya, Nabinya, dan Kitab Sucinya.

Apakah dia akan serta menjadi pendosa saat mencinta Indonesia dengan segenap jiwa raga?

Apakah identitas asal usul dan keimanan kepada Sang Semesta menjadi sesuatu yang harus dipertentangkan dengan Indonesia?

Menjadi seorang Indonesia bukanlah sebuah kebanggaan. Akan aneh rasanya kalau kita bilang bahwa kita bangga menjadi orang Indonesia. Karena kebanggaan adalah sesuatu yang kita kerjakan dan perjuangkan untuk dicapai.

Menjadi seorang Indonesia bukanlah sesuatu yang kita pilih pada saat masih berbentuk embrio. Apakah kita pernah meminta untuk terlahir di savana milik manusia Aborigin? Atau meminta terlahir di sebuah gedung rumah sakit modern milik pemerintah Washington? Atau lahir di tengah medan perang Sarajevo?

Bersyukur. Sepertinya itu yang lebih pas dipakai sebagai korelasi antara kita dan Indonesia.

Bersyukur merasakan dan menikmati betapa rayanya negeri ini. Aneka kearifan lokal di tiap wilayah, kekayaan motif etnik dan filosofinya, pantai rupawan, gunung menjulang gagah, hutan sejuk nan mempesona, kuliner otentik, flora nan cantik, fauna eksotis, matahari bersinar sepanjang tahun di sepanjang garis katulistiwa, dan silakan tambahkan lagi daftarnya.

Oh iya, tentu saja ada banyak ketimpangan di sana sini. Yang miskin tak sekolah, yang tak punya uang tak bisa berobat. Polusi pekat di banyak ibu kota, ribuan hektar hutan rutin terbakar setiap tahun. Pemegang kekuasaan tidak mengayomi malah sewenang-wenang, para pejuang terhimpit dan malah dibungkam. Si rakus tak segan membuang makanan di saat perut si jelata melilit memakan angin. Saat senior tidak ragu membuang tisu dari mobil mewahnya, dan si junior tak paham santun saat berinteraksi. Semakin bertambah daftarnya, semakin mengusik rasa malu dan harga diri. Semakin banyak menyebut kebobrokannya, semakin besar pula keinginanmu untuk mencaci negeri ini.

Tulisan ini ku pastikan adalah coretan tanpa ujung. Karena kita masih hidup. Karena Indonesia masih berdiri. Semua masih menjalani masa kini dan di sini.

Kecintaan kepada Tanah Air ini tidak perlu dipertentangkan dengan keimanan. Kecintaan kepada Negeri ini adalah ungkapan syukur kepada Sang Esa.

Itu menurutku. Menurutmu?

Thursday, August 15, 2019

Bukan Sajak Rindu, tapi Sakit

Di luar, sinar bulan mempercantik langit malam dengan bulat sempurnanya.
Banyak mata memandang takjub akan pesonanya.

Mataku pun lama menancapkan pandang pada lingkaran indah yang menggantung di langit itu.

Tapi malam ini berbeda. Indah hanya di mata. Tidak dengan hawa yang menyelimutiku. Terasa ngilu. Tajam menembus kulit. Menarik bulu tubuh tegak berdiri. Pedih di mata. Sesak di hidung.

Oh ya, tentu saja masih tersisa hangat. Tapi ternyata hangat tak nyaman di sekeliling tengkuk dan dahi. Ah, ilusi semata rupanya

Kau tahu namanya?
Influenza 😪
Ini foto waktu flu sebelumnya :D

Thursday, January 10, 2019

Sepertinya Aku Rindu

Ku paksa pintu mobil menahan beban tubuhku
Lalu ku pasrahkan kepalaku pada kacanya
Berharap itu adalah bahumu

Ku nikmati gulita di bawah langit
Gelap yang tanpa kepayahan mengundang kantuk
Tapi ada pendar hangat memanggilku untuk mendongak
Temaram purnama ternyata
"Kamu kenapa?" tanyanya
Tak ku jawab.

Tetiba anganku mengembara ke masa yang lewat
Ku ingat pernah ada khayal menyelinap di malamku
Ku ingat pernah ada kupu-kupu menyerang perutku
Ku ingat gelisah yang mengganggu lelapku

Sepertinya aku rindu.

~ ~
(Sebuah coretan dari selembar kertas lusuh di dalam buku usang nan berdebu yang tertumpuk bertahun lalu)