Friday, December 11, 2015

Rumah Belajar “Embrio” : Dua Jam Sebagai Pengganti Peran Ayah-Ibu Bekerja (Part 2)



Main lego sebelum mulai belajar
Menyewa sebuah kamar di rumah kos seharga Rp. 700.000/bulan (pada waktu itu), membeli karpet dan meja-meja kecil, serta memanfaatkan buku-buku sekolah bekas putranya. Dengan memasang bandrol Rp. 300.000/murid/bulan, “Embrio” selalu dicari oleh orang tua murid. Dari sekian anak yang belajar, tentu saja selalu ada anak-anak yang mendapat pengecualian membayar kurang dari Rp.300.000/bulan. Semua berdasarkan kebijaksanaan ibu pendiri. Jadwal belajar Senin s.d Jumat adalah 5 hari. Dalam sebulan berarti ada 20 kali pertemuan. Artinya dengan membayar Rp.300.000/bulan, maka nilai per pertemuan adalah Rp. 15.000/anak. Nilai rupiah yang tidak jauh berbeda dengan satu kali makan siang, bukan? J

Saya bergabung dengan Rumah Belajar “Embrio” pada Juli 2015 lalu. Selain tentang pelajaran Sekolah Dasar, ada hal lain yang saya lihat di sini. Ternyata cukup banyak anak murid yang sengaja dileskan bukan karena kemampuan akademiknya kurang. Tapi karena supaya tidak keluyuran dari sekolah sebelum dijemput orangtuanya. Fenomena yang banyak dijumpai saat ini adalah banyak orang tua (suami dan istri) sama-sama bekerja, sehingga seringkali melewatkan jam belajar di rumah bersama anak-anak mereka. Karena merasa kewalahan dengan energi dan waktu yang tersita di kantor dan pekerjaan masing-masing, maka rumah belajar menjadi solusi alternatif. Selain PR sudah dikerjakan di rumah belajar, anak-anak juga akan terawasi oleh orang dewasa yang dikenal oleh orang tua.

Di satu sisi saya miris melihat fenomena orang tua masa kini yang terlihat seperti abai untuk mendampingi tumbuh-kembang putra-putri mereka. Para orang tua kebanyakan lebih memilihkan kegiatan ekstrakurikuler maupun bermacam-macam les untuk mengisi waktu anak-anak mereka. Si anak sedari subuh sudah harus siap ke sekolah. Di sekolah sampai sekitar jam 12.00. Sepulang sekolah harus menuju ke rumah belajar. Setelah itu masih harus menunggu dijemput orangtuanya. Jadi, “Embrio” ini bukan sekedar rumah belajar saja, tapi juga merangkap ‘menyediakan jasa’ penitipan anak J

Di luar perasaan miris tersebut, tentu saya merasakan banyak manfaat dan pelajaran dari keberadaan “Embrio”. Jika lembaga bimbingan belajar lainnya setelah selesai kelas, si murid harus segera keluar dari kelas. Di “Embrio”, setelah selesai mengerjakan PR, murid masih bisa bercengkerama dengan pengajar. Di lembaga bimbingan belajar lain jika kelas sudah bubar, maka yang terlambat dianggap membolos. Di “Embrio”, jika si murid harus mengikuti kegiatan tambahan di sekolah yang menyebabkan keterlambatan belajar di “Embrio”, masih diperbolehkan masuk ruangan dan mengerjakan PR dengan tetap didampingi pengajar. Di lembaga bimbingan belajar lain, agak sulit membiarkan anak duduk leyeh-leyeh karena kelelahan saat belajar. Di “Embrio”, beberapa kali ada murid yang tertidur a


tau sekedar berbaring di lantai karpet setelah ‘ngambek’ karena sedang bad mood dan lelah. Selama dalam posisi tenang, teman-teman lainnya tetap bisa belajar seperti biasa. Yang tertidur? Ya dibiarkan saja. Namanya juga capek.

Membantu mengeringkan genangan air
Ada nilai keakraban dan ikatan yang lebih dari sekedar hubungan berjuluk pengajar-murid. Pengajar juga masih memerlukan penghasilan tambahan agar ‘dapur tetap mengepul’. Tapi rasa kepuasannya jauh sekali ketika membandingkan Rp. 15.000/hari/anak dengan sukacita dua jam per hari menjadi pendamping mereka untuk ‘menggantikan’ peran orang tua yang masih berada di tempat kerjanya masing-masing. Apalagi jika peserta belajar melaporkan nilai ulangan mereka yang di atas 80. Rasa lelah mendengarkan ocehan mereka seperti hilang seketika.

Memang pada mulanya “Embrio” dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup si pendiri. Dengan bekal kesukaannya atas dunia anak-anak dan matematika, “Embrio” terus bertumbuh. Sampai saat ini tercatat ada 23 peserta belajar dengan 2 pengajar. Ada harapan ke depan bahwa “Embrio” tidak lagi dikerjakan secara personal, berdua, atau bertiga saja. Namun bisa menjadi bagian dari program pelayanan gereja yang memberdayakan warganya. Diakonia yang kebanyakan dilaksanakan oleh gereja baru ‘sekedar’ memberikan bantuan sembako, biaya pendidikan, atau keringanan biaya berobat. Banyak gereja memilih bidang pertanian, peternakan, atau kerajinan tangan sebagai alternatif untuk pengembangan diakonia transformatif. Tapi belum banyak yang menunjukan kemajuan signifikan. Ya, beberapa ada yang berhasil membangun komunitas produktif. Tapi banyak juga yang hilang kabar beritanya.

Ketika gereja, secara lembaga, mengusung tema “Menjadi Berkat bagi Sesama” maka semestinya direalisasikan bukan ‘hanya’ di dalam gedung gereja. Tapi sungguh-sungguh memikirkan strategi pengembangan untuk menjangkau keluar tembok gereja. Tentu saja dimulai dan digerakan oleh warganya sendiri. Bidang pendidikan bisa menjadi salah satu alternatif yang digarap gereja untuk memulai gerakan diakonia transformatif sekaligus ikut berperan serta dalam meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa.
Main rumah-rumahan dulu

“Embrio” memiliki rencana ke depan untuk menerima lebih banyak peserta belajar dan membuka cabang rumah belajar, serta membuka kelas pra sekolah dasar. Ketika ide dan program ini direspon oleh gereja, ada harapan bahwa program ini akan lebih banyak menjangkau warga jemaat dari berbagai rentang usia dan latar belakang (misalnya : melibatkan pemuda gereja yang belum mendapatkan pekerjaan, memberikan wahana pelatihan dan atau pilihan ladang pelayanan bagi mahasiswa/siswa, bahkan menjadi pilihan bagi orang-orang yang tidak bisa menyanyi atau bermain musik :D ).

Dalam sebuah percakapan dengan beberapa warga Jemaat di daerah lain, ternyata di sana juga mulai dikembangkan kursus atau kelas tambahan belajar bagi anak-anak warga Jemaat dengan biaya per bulan yang sangat terjangkau. Karena penyelenggaraan kursus ini bukan bertujuan utama untuk menghasilkan profit, maka fungsi iuran bulanan berperan sebagai ‘pengikat’ atau komitmen antara peserta belajar dan pengajar. Melihat hal tersebut, tentu bukan sesuatu yang mustahil jika gereja – di manapun berada – juga mulai memfasilitasi gerakan-gerakan serupa. Iya betul, banyak gereja yang memiliki Yayasan berbadan hukum yang bergerak di Bidang Pendidikan. Tapi akan selalu ada anak-anak yang memerlukan tambahan dukungan pendidikan, dan akan selalu ada orang dewasa yang juga memerlukan ruang aktualisasi diri, serta untuk mencari penghasilan tambahan.**

Rumah Belajar “Embrio” : Dua Jam Sebagai Pengganti Peran Ayah-Ibu Bekerja (Part 1)

Pengertian sederhana dari social entreprenership adalah mengerti permasalahan sosial di masyarakat dan melihatnya sebagai peluang untuk melakukan perubahan sosial dengan menggunakan kemampuan kewirausahaan.

Memiliki penghasilan rutin tentu menjadi kebutuhan manusia untuk memenuhi keperluan hidupnya.  Tapi tidak dapat dipungkiri bahwa setiap manusia juga memiliki hati nurani yang dapat ‘tersentuh’ untuk tidak melulu menomorsatukan materi dan mendahulukan hal-hal yang bersifat sukarela atau tanpa imbalan. Memberikan nasi kotak dari rapat kantor kepada pemulung atau tukang sampah yang ditemui di jalan, menghadiahi alat tulis untuk anak warga jemaat/gereja yang berada dalam kondisi pra sejahtera, memberikan pelajaran matematika tambahan kepada anak-anak di sekitar rumah, atau kalau di kota Bandung, ada seorang Bapak sepuh yang dengan sukarela setiap hari berkeliling kota Bandung (sesuai dengan kemampuan tubuhnya, tentu saja) untuk mencopoti paku di pohon yang dipasang untuk menempelkan iklan dan membersihkan sampah yang dijumpai[1].

Biasanya sikap sukarela ini lahir karena si pelaku mengerjakan (atau dalam bahasa spiritual sering disebut sebagai ‘panggilan’) hal-hal yang dia sukai dan memberikan kebahagiaan bathin yang nilai kepuasannya seringkali jauh melampaui nilai materi. Kalaupun ada materi yang didapat, tentu saja disyukuri sebagai rezeki yang diberikan Sang Maha Pemberi.

Menyoal social entrepreunership, kali ini saya akan secara khusus bercerita mengenai sebuah rumah belajar di kota Bandung. Berjuluk Rumah Belajar “Embrio”, sang pendiri berniat untuk membantu anak-anak SD untuk mengerjakan PR dari sekolah maupun berlatih soal-soal. Si pendiri ‘kebetulan’ adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang sangat menyukai matematika, dan pernah bertahun lamanya menjadi karyawan perusahaan tekstil ternama sebagai akuntan. Kegemaran dengan matematika itu ditularkan kepada anak semata wayang, yang sukses mengantarkan si anak menjadi juara kompetisi-kompetisi matematika se-Bandung. Melihat prestasi sang putra, beberapa orang tua murid lain mengajukan permintaan kepada beliau untuk membuka les di dekat sekolah[2]. Awalnya si ibu bergabung dengan beberapa kawan membuka rumah belajar. Dimulai dengan hanya 1 orang murid saja pada waktu itu. Seiring dengan promosi dan prestasi, maka semakin banyaklah anak murid yang mendaftar dan bergabung. Namun seiring waktu juga, rupanya ada kesalahpahaman dari si Ibu dengan para rekan di rumah belajar tersebut. Lalu dengan niat ikhlas si ibu mengundurkan diri, dan mulai merintis Rumah Belajar “Embrio”. Sendirian. Dengan bantuan sahabat dan donatur, dimulailah perjalanan kisah Rumah Belajar “Embrio”.


Bersambung ke Bagian 2 di sini




[1] Sariban. Namanya disebut oleh Ridwan Kamil, Walikota Bandung, ketika menerima anugerah Adipura tahun 2015 yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia sebagai penghargaan atas pencapaian kebersihan kota. Sariban adalah salah satu sosok yang diharapkan dapat menginspirasi warga Bandung lainnya untuk tetap menjaga kebersihan kota. Tidak ada yang menggaji Sariban. Tapi dia melakukan atas dasar kesadaran bahwa bumi ini ciptaan Yang Maha Kuasa yang harus dijaga kelestariannya. Sesederhana itu.
[2] Saat itu si anak bersekolah di salah satu sekolah dasar katolik yang berada di daerah Bandung Timur.

Friday, November 20, 2015

Resep Martabak Telur Homemade

Yang suka cemilan asin, ngacuungg ^_^
Yang suka masak simpel dan cepet, ngacuuung ^_^

Yuukkk, bikin martabak telur home made.

Bahan :
2 butir telur ayam
2 sdm minyak goreng
1/2 gelas belimbing tepung kanji
1 gelas belimbing tepung terigu
5 helai daun bawang. Iris.
100 gr daging ayam. Cincang.
1 gelas belimbing air putih
5 siung bawang putih
Garam dan lada bubuk secukupnya


Cara membuat :

MEMBUAT KULIT
- Kocok lepas 1 butir telur
- Tambahkan 1/2 sdt garam, minyak goreng, 1 gelas air putih, tepung terigu, dan tepung kanji. Aduk rata.
- Siapkan wajan/teflon yang sudah dioles minyak Tuang adonan sekitar 3 sendok makan. Ratakan.
- Tunggu sampai matang. Angkat. Sisihkan.

MEMBUAT ISI
- Tumis bawang putih.
- Setelah harum, masukan daging ayam cincang. Tambahkan lada bubuk.
- Masukan daun bawang dan 1/2 sdt garam.
- Tambahkan 1 butir telur. Aduk rata.

Setelah kulit dan isi, kita siap membungkus martabaknya.
- Siapkan kulit martabak.
- Tuang isinya.
- Gulung/lipat
- Siap untuk digoreng
- Goreng sampai kulit berwarna coklat kekuningan.

Sudah siap disajikan.
Untuk 8-9 porsi martabak (tergantung lebar kulit dan banyaknya isi).

Selamat mencoba ^_^

Saturday, October 17, 2015

BUKIT CIDAUN, KABUPATEN CIANJUR


Karena jalanan berbatu besar dan kasar itu nggak cukup ramah untuk mobil (kecuali truk yang lebih besar), maka jadilah rombongan harus berjalan kaki sekitar 200 m menuju salah satu rumah warga Jemaat. Menapaki jalan berbatu, panas terik, berdebu, dan menanjak tidak membuat mereka undur dari pelayanan ini.

Tim Rohani ada Pdt. Ferly David & Ibu Kustiana (Majelis Jemaat) yang melayani Perjamuan Kudus.
Walau warga jemaat yang dilayani hanya 2 orang, sedangkan kami yang dari Bandung berangkat ber-14, tapi tidak mengurangi kekhidmatan Kebaktian Perjamuan Kudus hari itu.

 
Lalu setelah kebaktian usai, dibukalah pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis untuk warga setempat.
Tim Jasmani yang datang dari Bandung yaitu ada Ibu Wahyu & Ibu Narto, dibantu oleh Ibu Narulita Watulingas (istri Pdt. Ferly David), mereka dengan sukacita melayani pengobatan gratis untuk sekitar 15 pasien dewasa dan pasien anak.




Saya ngapain? Saya hanya duduk, menyaksikan dan berusaha membaur dengan orang setempat yang lebih fasih berbahasa Sunda.
Lemas setelah mabuk di perjalanan, tidak mengurangi kekaguman saya pada orang-orang di depan mata saya.
Yang dikunjungi tidak meninggalkan iman karena alasan jarak dan 'ditekan' oleh oknum intoleran.
Yang mengunjungi dengan sukarela sejenak meninggalkan kenikmatan ibukota untuk berbagi sukacita.

Oh iya. Pos Pelayanan Cidaun ini menjadi salah satu tempat yang dilayani oleh GKP Jemaat Bandung. Terletak di Desa Cidaun, Kabupaten Cianjur. Kalau sempat lihat peta, lokasinya ada di dekat garis pantai Selatan. Bisa ngebayangin nggak jarak sebenarnya dari Kota Bandung?


Selamat hari Sabtu ^_^

Friday, October 9, 2015

ULANG TAHUN (?)

Sumber : dreamstime.com
Kemarin malam setelah hujan reda, bersama warga Jemaat dari Sektor Timur 3 GKP Bandung, kami menikmati bahagia hari Rabu.

Hari Rabu 8 Oktober ini tepat ada yang berulang tahun dan memang direncanakan sebagai pengucapan syukur atas peringatan tanggal kelahiran salah 2 anggotanya, hehe

Di sesi siraman rohani, Bapak Pendeta menyampaikan beberapa hal yang bikin saya jadi berpikir ulang tentang "SELAMAT ULANG TAHUN" dengan "HAPPY BIRTHDAY"

Kita kerap kali mengucapkan "Selamat ulang tahun ya."

Dipikir-pikir, mestinya sih yang tepat bukan ulang tahun ya, karena kalau 'tahun' yang diulang, umur gak nambah-nambah dong?
Sumber : Google

Kayanya lebih tepat kalau menyebut 'ulang tanggal kelahiran' yang dalam bahasa Inggris sering diucapkan sebagai 'birth-day'
 Karena memang maksudnya kurang lebih adalah "selamat memperingati hari (day) kelahiran (birth) ya..."

Ahh.. yasudahlah. Untuk tata bahasa dan penggunaannya ternyata saya nggak cukup menguasai jugak kok, hehhe...

Apapun itu, mesti diingat aja ketika hari itu tiba.
Birthday bisa berarti MENGURANG DAN MENGULANG.

Yang Mengurang : kemampuan fisik (pendengaran, penglihatan, bicara, berjalan, dll), kondisi tubuh (rambut mulai tipis, kulit mulai kurang kencang aka keriput), dan relasi sosial (teman-teman seangkatan semakin sedikit kan? Entah mulai berpencar dan sibuk dengan lingkungan barunya. Entah juga karena sudah mulai banyak yang meninggal dunia)

Yang Mengulang : kasih sayang, kasih sayang, dan kasih sayang dari keluarga dan sahabat.

Jadi, siapkah menyambut hal-hal tadi ketika tiba harimu memperingati tanggal kelahiran?

Tuesday, September 15, 2015

Aku dan Seragam Putih-Merah

Akhir Juli 2015 yang lalu aku bergabung ke Rumah Belajar "Embrio" ini sebagai teman belajar beberapa anak-anak Sekolah Dasar Santo Yusup Cikutra, Bandung

Rumah Belajar "Embrio" ini digagas oleh Bu Eni Kurniati karena memang beliau senang dengan pelajaran matematika ^_^ Dimulai dengan kesukaan tersebut (yang berhasil mengantarkan putra semata wayangnya menjadi juara lomba-lomba matematika), lalu ada usulan dari beberapa rekan beliau untuk berbagi juga dengan anak murid lainnya, maka dibukalah rumah belajar ini.

Kalo aku, apakah aku juga suka matematika? Hahaha.. Gimana ya nulisnya? Iya, aku suka berhitung. Tapi nilai matematikaku nggak pernah membanggakan euy. Keseringan dapat 6. Dapat 7 hanya kadang-kadang. Apalagi 8, 9, 10. Haduuuhh.... Malu..

Tapi bukan itu kok poinnya antara aku dan 'Embrio' ini.


Yang mau ku ceritakan adalah bagaimana aku juga belajar di kelas ini (bukan hanya anak-anak berseragam putih-merah saja yang belajar.) Oleh Bu Eni, aku diminta untuk mendampingi 4 (empat) orang anak-anak kelas 2.

Tugasku sederhananya 'hanya' 3 :
  1. (berdasarkan Buku Tugas masing-masing) memastikan PR mereka dikerjakan di sini.
  2. Jika tidak ada PR dan atau ulangan maka berlatih soal-soal untuk pelajaran esok hari. 
  3. Jika ada ulangan, maka hari ini ada latihan soal untuk mata pelajaran yang dimaksud 
Mengenai mata pelajaran sebenarnya tidak ada hambatan berarti. Namanya juga SD kelas 2. Ya kan? :D Tapi di luar sisi akademik, ada hal-hal yang menurutku harus dimiliki seorang pengajar :
  • Ketulusan mendengar
  • Kesabaran menyampaikan/bicara
  • Ketegasan mendampingi
  • and the list goes on.....

Anak-anak itu sudah sejak subuh hari pergi dari rumahnya ke sekolah. Di sekolah berkegiatan sampai sekitar pk. 12.00. Lalu yang punya kegiatan ekstra kulikuler, langsung ke lokasi masing-masing untuk kegiatan itu (taekwondo, modelling, angklung, seni tari, dan lainnya). Setelah itu mereka juga harus ke rumah belajar untuk mengerjakan PR-nya. Bahkan setelah dari rumah belajar ini harus ke tempat les Bahasa Inggris di tempat lain.

 Tak jarang beberapa anak selalu merengek ketika tiba di rumah belajar, "Tante Raniii... aku capek.."
Lalu, aku harus gimana Dek? Aku tau banget rasanya capek. Dan aku akan dengan sangat senang menyilakanmu untuk istirahat tidur siang. Tapi kalau aku melakukan itu, orang tuamu akan ngomel ke Bu Eni karena kamu nggak ngerjain PR-mu. Ditambah kalau nilai ulanganmu tidak seperti yang diharapkan orang tuamu, habislah Bu Eni.
(Iya Bu Eni yang diomelin. Karena "kepala sekolahnya" kan Bu Eni, hehehe)

Huwaahhh... anak-anak sekecil itu dibombardir dengan rupa-rupa tuntutan orang tua dan tuntutan jaman. Iya betul, kalau tidak dibekali, maka tunas muda itu tidak bisa bersaing di kerasnya dunia. Tapi kok ya rasanya.... ada yang ngganjel di hatiku :'( dan bodohnya aku nggak cukup cerdas untuk menggali ganjalan itu dalam tulisan, lalu mencari penyelesaiannya.

Tapi, biarlah sambil waktu berjalan, aku akan mejadi kawan belajar mereka. Kawan yang bermanfaat. Semoga.



Cicadas-Bandung, September 2015
WiRani

Friday, June 12, 2015

2. Bermain dengan jujur (play fair)

Ini adalah penjelasan rinci dari 16 butir kearifan dari buku "All I Really Need to Know I learned in Kindergarten" yang pendahuluannya ada dalam postingan sebelumnya.

1. Berbagi segala sesuatu (share everything)

2. Bermain dengan jujur (play fair)
Maksudnya dalam interaksi diperlukan sikap jujur dan adil. Kristus mengajari ukuran yang tepat: “Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.” (Mat. 7:12 // Luk 6:31). Dengan maksud sama, Confucius dalam kearifan Timur mengajari: "Jangan lakukan apa yang kamu tidak mau orang lain lakukan kepadamu."

3. Jangan memukul orang (don't hit people)
4. Taruh kembali barang yang kau ambil (put things back where you found them)
5. Rapikan kembali apa yang kamu berantaki (clean up your own mess)
6. Jangan mengambil barang yang bukan milikmu (don't take things that aren't yours)
7. Ucapkan "maaf" jika kau melukai seseorang (say you're sorry when you hurt somebody)
8. Cuci tanganmu sebelum makan (wash your hands before you eat)
9. Siram sehabis pipis (flush)
10. Kue dan susu baik untuk kesehatanmu (warm cookies and cold milk are good for you)
11. Jalani hidup berimbang - belajar dan berpikir, menggambar, mewarnai, menyanyi, menari, bermain dan mengerjakan sesuatu setiap hari (live a balanced life - learn some and think some, draw and paint and sing and dance and play and work every day some)
12. Tidur siang setiap sore (take a nap every afternoon)
13. Manakala keluar ke dalam dunia, hati-hati terhadap lalu linta, bergandengan tanganlah dan tetap bersama-sama (when you go out into the world, watchout the traffic, hold hands, and stick together)
14. Sadari keajaiban. Ingatlah benih yang kecil di dalam pot : akarnya tertanam ke bawah dan tumbuhnya membesar ke atas. Tak seorangpun tahu bagaimana dan mengapa, tapi kita semua seperti itu (Be aware of wonder. Remember the little seed in the styrofoam cup : the roots go down and the plant goes up and nobody really knows how or why; but we are all like that)
15. Ikan emas, tupai dan tikus putih, bahkan benih kecil di dalam pot - semuanya akan mati. Begitu juga kita (Goldfish and hamsters and white mice and even the little seed in the styrofoam cup - they all die. So do we)
16. Lalu ingat juga buku-buku bacaanmu. Kata pertama yang kau pelajari - kata terbesar dari segalanya - LIHAT! (and then remember the Dick-and-Jane books and the the first word you learned - the biggest word of all - LOOK)

1. Berbagi segala sesuatu (share everything)

Ini adalah penjelasan rinci dari 16 butir kearifan dari buku "All I Really Need to Know I learned in Kindergarten" yang pendahuluannya ada dalam postingan sebelumnya.

1. Berbagi segala sesuatu (share everything).
Maksudnya jangan serakah dan jangan pelit. Materi selalu kalah nilainya dengan sahabat. Berbagi segala sesuatu adalah jalan untuk memupuk persahabatan yang berharga. Andragogi (pendidikan orang dewasa) menemukan kembali sharing sebagai alat yang sangat penting untuk berkembang kepada kedewasaan dan kematangan.
2. Bermain dengan jujur (play fair)
3. Jangan memukul orang (don't hit people)
4. Taruh kembali barang yang kau ambil (put things back where you found them)
5. Rapikan kembali apa yang kamu berantaki (clean up your own mess)
6. Jangan mengambil barang yang bukan milikmu (don't take things that aren't yours)
7. Ucapkan "maaf" jika kau melukai seseorang (say you're sorry when you hurt somebody)
8. Cuci tanganmu sebelum makan (wash your hands before you eat)
9. Siram sehabis pipis (flush)
10. Kue dan susu baik untuk kesehatanmu (warm cookies and cold milk are good for you)
11. Jalani hidup berimbang - belajar dan berpikir, menggambar, mewarnai, menyanyi, menari, bermain dan mengerjakan sesuatu setiap hari (live a balanced life - learn some and think some, draw and paint and sing and dance and play and work every day some)
12. Tidur siang setiap sore (take a nap every afternoon)
13. Manakala keluar ke dalam dunia, hati-hati terhadap lalu linta, bergandengan tanganlah dan tetap bersama-sama (when you go out into the world, watchout the traffic, hold hands, and stick together)
14. Sadari keajaiban. Ingatlah benih yang kecil di dalam pot : akarnya tertanam ke bawah dan tumbuhnya membesar ke atas. Tak seorangpun tahu bagaimana dan mengapa, tapi kita semua seperti itu (Be aware of wonder. Remember the little seed in the styrofoam cup : the roots go down and the plant goes up and nobody really knows how or why; but we are all like that)
15. Ikan emas, tupai dan tikus putih, bahkan benih kecil di dalam pot - semuanya akan mati. Begitu juga kita (Goldfish and hamsters and white mice and even the little seed in the styrofoam cup - they all die. So do we)
16. Lalu ingat juga buku-buku bacaanmu. Kata pertama yang kau pelajari - kata terbesar dari segalanya - LIHAT! (and then remember the Dick-and-Jane books and the the first word you learned - the biggest word of all - LOOK).

Friday, April 10, 2015

Fast and Furious 7 – For Paul

Courtesy of Universal Studios
Iya. Ini memang film untuk mengenang Paul Walker. For Paul. Begitu tulisan di akhir filmnya.
Saya pun menonton film ini lebih karena ingin melihat Brian O’co... eh, maksudnya Paul Walker beraksi untuk terakhir kalinya walau tidak di seluruh adegan – ya, itu yang diberitakan media massa. Kru film memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk memermak 2 saudara kandung Paul yang memerankan sisa-sisa adegan film yang belum sempat dirampungkan Paul.

Sama dengan Fast Furious sebelum-sebelumnya, Fast and Furious 7 masih mengusung dan menampilkan ide dan adegan gila dalam setiap scene-nya. Masih menggunakan mobil tentu saja. Tapi kali ini mobilnya terjun dari pesawat militer. Fiuhh. Belum selesai jantungan, ehh.. ternyata mobil-mobil Tej, Letty, Dom, Brian, dan Roman (akhirnya) harus mulus mendarat di jalanan di tepi tebing dan jurang. Ooohh.... Itu efeknya 100x lebih menegangkan dari wahana Hysteria di Dufan J Juga ketika adegan Dom dan Brian nyetir mobil super mewah untuk menyeberangi gedung super tinggi. Adooohh....

My moment
Yang agak mengganggu dari seluruh adegan (menurut saya) adalah efek bom dan serangan peluru di dalam kota Los Angeles. Sepintas malah terlihat sepeti perang manusia dan alien :p Tapi di luar itu semua, aksi mobil dan laga Fast and Furious 7 ini memang nggak cukup dikasih 2 jempol.

Rangkaian ke 7 dari Fast Furious ini sangat menguras emosi. Saya sibuk membayangkan apa yang dirasakan rekan sekerja Paul di film itu. Pasti bukan sekedar ‘kenalan’ saja. Karena bertahun lamanya mereka bersama-sama terlibat dalam pembuatan film. Rasanya pasti ganjil ketika menyelesaikan cerita tanpa lakon aslinya. Rasanya pasti perih dan sesak seperti dipaksa menelan biji salak ketika mengingat bahwa sahabat mereka sudah pergi. Bahwa anggota keluarga mereka udah nggak ada.

Banyak momen-momen sentimentil tentang ‘keluarga’ yang diangkat kali ini. Dalam sebuah percakapan, Dom bilang gini ke Brian, “Aku pernah melihatmu terjun dari pesawat, melompat dari mobil. Aku melihat keberanianmu sejak awal. Tapi hal paling berani yang kamu lakukan adalah menjadi pria yang baik untuk Mia. Dan menjadi ayah yang baik untuk keponakanku.” Melting.

Di Fast Furious 6 kita tahu kalau Leticia Ortiz kehilangan ingatannya. Pun di seri ke 7 ini. Namun di beberapa kejadian, sedikit demi sedikit ingatan Letty pulih. Tapi tidak mudah, karena dia merasa aneh dengan dirinya sendiri bahkan berniat untuk meninggalkan Dom. Momen sentimental lainnya dari Dom adalah ketika dia mengatakan kepada Letty, “Kamu tidak bisa menyuruh orang untuk mencintaimu.” Yang saya terjemahkan dan tambahkan dengan, “Karena hal mencintai itu datangnya dari dalam hati. Bukan sesuatu yang direka-reka.”

Di akhir kisah happy ending ini, sangat kental salam perpisahan yang ingin disampaikan kepada Paul Walker. Sang lakon yang menghidupkan tokoh Brian O’Connor. Diiringi lagu “See You Again” dari Wiz Khalifa yang berduet dengan Charlie Puth, Dom bermonolog, “Walaupun kita berada di dunia yang berbeda, kamu tetap saudaraku.”

And now you gonna be with me for the last ride.
For Paul.

Rest In Peace.

Sunday, February 8, 2015

All I Really Need to Know I Learned in Kindergarten (akan bersambung..)

Judul di atas adalah buku yang ditulis oleh Robert Fulghum (New York : Villard Books, 1990). Sebetulnya saya belum pernah baca buku itu :D Tapi ringkasannya disampaikan oleh seorang tua yang beberapa kali saya jumpai dalam acara formal.

Tulisan saya kali ini lahir dari hasrat besar karena, pertama, saya mengagumi sesosok sepuh ini. Kedua, tentu saja karena sharing beliau tentang buku di atas sangat nanceb di hati dan kepala saya. Supaya catatannya nggak hilang terselip di antara tumpukan kertas di rumah, ya maka lebih baik saya tulis di sini. (Lebih mudah menemukan alamat tautan di blogspot dibanding bongkar-bongkar kardus di rumah, hehehe).

Dalam bukunya, Fulghum merangkai kata-kata berikut :
Semua yang perlu ku tahu, telah ku pelajari di taman kanak-kanak. 
Semua yang perlu ku tahu mengenai bagaimana menjalani hidup,
  apa serta bagaimana melakukannya, ku pelajari di taman kanak-kanak.
Kearifan tidak terletak di puncak gunung sekolah pasca sarjana,
tetapi di bak pasir taman kanak-kanak dan sekolah minggu.

Ada 16 butir kearifan yang disampaikan dalam buku tersebut (yang disampaikan juga oleh sesosok sepuh yang saya kagumi tadi, tepat 1 hari setelah ulang tahun saya yang ke 28). Butir per butir tulisan Fulghum akan saya tulis ulang penjelasan dan rinciannya secara harian. Ini tentu saja supaya kalian yang baca nggak keburu bosan :D dan ini juga jadi latihan buat saya pribadi untuk konsisten menulis ^_^

Sebagai ringkasan, ini dia 16 butir kearifan Fulghum :

  1. Berbagi segala sesuatu (share everything)
  2. Bermain dengan jujur (play fair)
  3. Jangan memukul orang (don't hit people)
  4. Taruh kembali barang yang kau ambil (put things back where you found them)
  5. Rapikan kembali apa yang kamu berantaki (clean up your own mess)
  6. Jangan mengambil barang yang bukan milikmu (don't take things that aren't yours)
  7. Ucapkan "maaf" jika kau melukai seseorang (say you're sorry when you hurt somebody)
  8. Cuci tanganmu sebelum makan (wash your hands before you eat)
  9. Siram sehabis pipis (flush)
  10. Kue dan susu baik untuk kesehatanmu (warm cookies and cold milk are good for you)
  11. Jalani hidup berimbang - belajar dan berpikir, menggambar, mewarnai, menyanyi, menari, bermain dan mengerjakan sesuatu setiap hari (live a balanced life - learn some and think some, draw and paint and sing and dance and play and work every day some)
  12. Tidur siang setiap sore (take a nap every afternoon)
  13. Manakala keluar ke dalam dunia, hati-hati terhadap lalu linta, bergandengan tanganlah dan tetap bersama-sama (when you go out into the world, watchout the traffic, hold hands, and stick together)
  14. Sadari keajaiban. Ingatlah benih yang kecil di dalam pot : akarnya tertanam ke bawah dan tumbuhnya membesar ke atas. Tak seorangpun tahu bagaimana dan mengapa, tapi kita semua seperti itu (Be aware of wonder. Remember the little seed in the styrofoam cup : the roots go down and the plant goes up and nobody really knows how or why; but we are all like that)
  15. Ikan emas, tupai dan tikus putih, bahkan benih kecil di dalam pot - semuanya akan mati. Begitu juga kita (Goldfish and hamsters and white mice and even the little seed in the styrofoam cup - they all die. So do we)
  16. Lalu ingat juga buku-buku bacaanmu. Kata pertama yang kau pelajari - kata terbesar dari segalanya - LIHAT! (and then remember the Dick-and-Jane books and the the first word you learned - the biggest word of all - LOOK)

Fulghum sangat menolong kita memahami mengapa Yesus mengatakan, "..... barangsiapa tidak menyambut kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya."



Oh iya, sosok sepuh yang mengagumkan itu adalah Kuntadi SumadikaryaSeorang besar (dan pembesar) yang tanpa ragu mengirimkan permohonan pertemanan di akun Facebook saya dan menyapa, "Rani, apa kabar? Masih inget 16 butir Fulghum?"***