Saturday, February 16, 2013

Resensi Buku : Kafe Etos Vol 1 (Jansen Sinamo)

Halaman depan buku Kafe Etos Vol 1
Sebelumnya saya belum pernah mengenal nama Jansen Sinamo. Tapi karena bulan Okober 2012 yang lalu kantor saya mengadakan Pertemuan dan Pembinaan dengan tema "Etika Profesi", jadilah saya yang pegawai kantor juga kecipratan tambahan pengetahuan soal "Etika Profesi" dari Bapak Jansen Sinamo ini.

Intermezo saja, ternyata nama "Sinamo" ini, kalau dalam adat Batak, masih bersaudara dengan "Naibaho". Berarti kalau dihubung-hubungkan, saya adalah kerabat jauuuuuh dari Pak Jansen ini. Suami saya kan dari kelurga Naibaho juga :D

Ok, back to the book.

Buku ini diterbitkan tahun 2006 oleh Institut Darma Mahardika. Buku 125 halaman ini memang terasa renyah seperti sebungkus wafer dan segelas cappucino hangat. Oleh penerbitnya, disebutkan begini, "24 Kisah Renyah untuk Memperkuat Etos Kerja Unggul."

Kalau biasanya bagian kata pengantar penulisnya saya lewatkan begitu saja :p, tapi kali ini rasanya kok sayang melewatkan ya. Pak Jansen menulis begini di bagian awalnya, "Kafe Etos. Untuk 126 juta Pekerja Indonesia." Saya pekerja, dan saya 'merasa' buku ini emang ditujukan buat saya ;)

Dimulai dengan kisah ilustrasi pertama tentang "Kumis Nasrudin", di saat bersamaan saya merasa geli dengan cerita ini, juga merasa ditegur juga oleh pesan etosnya. Pak Jansen ingin menyampaikan bahwa Etos 1 : kerja adalah rahmat : aku bekerja tulus penuh rasa syukur.

Cerita ilustrasinya begini :
"Suatu pagi Pak Nasrudin bangun dengan tergesa-gesa dan mulai panik. Ternyata dia mencium bau busuk dimana-mana. Di rumahnya, di kebun, bahkan ketika dia ke istana raja. Dia bilang ke Raja, "Celaka Baginda. Celaka!" Lalu Nasrudin melanjutkan kepanikannya sambil terus berbicara kalau bau busuk yang dia cium itu adalah tanda akan kiamat dan tanda bahwa Tuhan mulai menghukum dunia.

Setelah Nasrudin tenang, Baginda Raja menyuruh Nasrudin untuk mandi dan membersihkan diri. "Jangan lupa bersihkan kumismu juga," begitu perintah Raja. Aneh bin ajaib, setelah mandi, bau busuk yang sedari tadi dicium Nasrudin, hilang. Yang ada sekarang bau wangi saja. Usut punya usut, ternyata semalam, entah bagaimana ceritanya, ketika Nasrudin hampir nyenyak, anak bungsunya yang berusia 3 tahun memegang kotorannya sendiri lalu memoleskannya ke kumis sang ayah."
Deskripsi di halaman belakang buku Kafe Etos

Bener nggak, kalau kita sering melihat kalau dunia ini kotor? Ada kebusukan dimana-mana. Mungkin benar, mungkin tidak. Bisa jadi perasaan, penglihatan, dan penciuman semacam itu cuma disebabkan "kumis" kita yang cemar (hal.3)

Makanya, mandi dan membersihkan kumis menjadi penting buat kita supaya kita bisa membebaskan diri, hari, dan pikiran dari prasangka negatif dan kabar kabur sebelum kita menghakimi orang lain dan lingkungan kit. (Susaaaaahh banget ini. Bener nggak sih?)

Nah, selain kisah Nasrudin ini, masih ada 23 cerita lainnya yang nggak kalah manis dengan kopi susu buat menemani waktu istirahat kita.

Saya mendapat banyak manfaat dari buku ini. Semoga resensi singkat dari saya, juga mendatangkan manfaat untuk Anda.

Salam hangat,

WiRani

Friday, February 1, 2013

Lirik 'Galau' di PKJ - siapa bilang nggak boleh 'galau'?

Ternyata yaaa.....
Siapa bilang 'nggak boleh galau'?
Boleh kooookk.. Asaaalll..
Nah, ini yang penting :)

Ternyata saya nggak galau sendirian, hehe.. Ngrasa ada yang nemenin karena penulis lagu di Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) 133 melagukan perasaannya dengan kirik yang galau jugak :p
Jujur saja, beberapa minggu terakhir ini ada beberapa hal yang nggak sinkron antara hati dan kepala. Jadi lebih sering bikin sewot gitu lah.
Pernah juga kan sampai di titik yang sama, dan merasa .....  galau?

Ceritanya bermula ketika di hari Selasa pagi yang dingin, saya mengikuti kegiatan Doa Pagi di GKP Bandung. Tentu saja karena pengen curhat sama Sang Maha Mendengar, dan pengen didukung dalam doa juga. Sebelum syafaat, ada renungan yang diambil dari 1 Petrus 3 : 12.


Tahu labirin nggak? Pernah coba masuk ke taman labirin? Atau paling tidak menyelesaikan teka-teki labirin milik anak Sekolah Minggu :p
Sumber gambar : photohype.com
Kalau kita pernah coba masuk ke taman labirin, akan sangat mungkin kalau kita tersesat, menemukan jalan buntu, sampai akhirnya menyerah.
Tapi lain halnya kalau kita memecahkan teka-teki labirin yang ada di kertas. Kita bisa melihat jelas seluruh jalur labirin. Mulai dari garis awal, jalan buntu, hingga sampai ke garis akhirnya. Iya betul, semua terlihat jelas karena kita melihat dari atas. Kita melihat seluruh labirin dan isi labirin.

Sadar nggak, kalau kita hidup seperti di dalam labirin yang sangat besar?
Ada keputusan yang perlu kita ambil untuk menetukan arah.
Dalam prosesnya pasti akan menemui jalan buntu juga.
Lalu, sadar juga nggak sih, kalau ada juga yang Melihat kita dari Atas - yang mengawasi langkah kita, dan siap membantu kita melewati labirin kehidupan ini?
Lalu kenapa kita nggak meminta dan menyerahkan hidup kita kepadaNya agar dibimbing sampai ke garis akhir?
Sumber : sabda.org

Sebagai jeda syafaat orang per orang, dipilih lagu dari PKJ 133.

Tepat sebelum bait ke 3, saya mulai sesenggukan.
Pas yang lain menyanyikan bait 3, saya udah nggak bisa ngomong.
Mewek sodara-sodara :D

Rasanya tenggorokan saya penuh sesak sampai nggak bisa bersuara.
Seperti melihat pintu keluar dari labirin yang memusingkan :)


Jadiii.. siapa bilang 'nggak boleh galau'?
Siapa tahu dari kegalauan itu, malah jadi nemu kelegaan dan solusi.
Ya nggak?



Cheers,
WiRani