Picture: Gereja Kristen Pasundan Jemaat Cimahi |
Picture source: counselingoneanother.com |
Nggak pengen diem-diem bae
Picture: Gereja Kristen Pasundan Jemaat Cimahi |
Picture source: counselingoneanother.com |
Mulai berkenalan dengan Sekolah Minggu Kebaktian Anak (SMKA) Gereja Kristen Pasundan (GKP) Bandung di awal 2010. Dimulai dengan lingkup kecil di Situsaeur, kemudian belajar di lingkup Kebonjati yang lebih besar.
Masing-masing perjumpaan dengan manusia di sini memberikan arti tersendiri. Besar atau kecil bukan yang terpenting, karena tetap terkenang di hati.
Pernah seseorang mempertanyakan, "Kenapa sih Rani pelayanan di Sekolah Minggu? Kenapa nggak di paduan suara aja?"
Tidak ingin menjadi yang sok rohani karena merasa Tuhan memanggil.
Tapi juga gak mau mengingkari bahwa aku menemukan diriku di sini.
Pernah di suatu masa juga aku merasa takut melakukan pelayanan ini. Bukan takut akan Tuhan, tapi takut dengan komentar orang. Takut bahwa orang menaruh harapan tinggi kepadaku dan mereka kecewa karena aku tidak memenuhi harapan itu.
Pernah di masa yang lain aku juga ingin undur diri dengan berbagai gesekan yang terjadi. Tapi jadi merasa malu kalau mundur dari pelayanan yang udah Tuhan kasih.
Di waktu yang lain, aku begitu menikmati berkat Tuhan yang aku rasakan dari persekutuan ini. Bukan, bukan hanya tentang hal material yang ku dapat. Tapi sebuah kepenuhan hati yang aku sendiri belum menemukan kata yang pas untuk menggambarkannya.
Tuhan yang ijinkan aku bersinggungan dan berinteraksi di sini.
Besar dan kecil dampakku, semoga ada pembelajaran.
Nggak ada yang kekal selain berkat Tuhan, benar?
Keanggotaan gereja, jabatan struktural, fasilitas pelayanan, kebersamaan dengan manusia-manusia di dalamnya.
Semua adalah media yang Tuhan pakai agar kita terus menempel pada pokok-Nya.
Dengan adanya jarak, pasti perjumpaan kita akan semakin berkurang.
Kalian ada di hatiku.
Dengan adanya Tuhan, pasti Dia mempertemukan kita dalam doa.
24 Oktober 2022
Ditemani langit berarak awan, sebuah pengingat bahwa pergantian adalah alamiah.
Aslinya ada spatula dengan 2 sisi ukuran berbeda. Tapi punyaku entah nyelip dimana :') |
Rambut kaki yang nempel di kain. |
Beberapa rambut yang nggak ikut kecabut. |
Keliatan gak tuh rambut-rambut yang ngambang? |
Pake sikat gigi hotel aja :D |
Udah selesai ^_^ |
Judul buku: Memburu Muhammad
Pengarang: Feby Indirani
Penerbit: Bentang Pustaka
Tahun terbit: Oktober 2020
Jumlah halaman: 210 halaman
ISBN: 978-602-291-745-8
Sinopsis
Sampul belakang (koleksi pribadi) |
Resensi
Ini buku fiksi. Namun seluruh kisah terasa sangat nyata dan dekat dengan keseharian karena ditarik ke dalam waktu masa kini. Betapa Annisa kecil merasa jijik dengan perilaku kedua orang tuanya, dan bahkan orang dewasa lainnya saat melakukan hal yang mereka bilang, "Anak kecil nggak usah ikut campur!" Atau ketika sesosok sangar berpedang merangsek masuk ke kantor Kelurahan demi mendapatkan informasi mengenai warga yang bernama Muhammad, seseorang yang telah menghancurkan hidupnya bertahun-tahun silam. Atau kisah pelik tentang sebuah mahluk misterius yang menyerang sebuah negara, tapi hanya warga perempuan saja. Bahkan, disajikan juga sebuah kisah cinta luar biasa yang justru akhirnya menghancurkan hidup sang pencinta.
Buku ini adalah kumpulan cerpen yang ditulis untuk menghidupkan kembali ilustrasi-ilustrasi kotbah ke dalam set kehidupan saat ini. Ada kisah yang berdiri sendiri, namun ada juga kisah yang memiliki tokoh yang sama. Dalam kesempatan dan media yang berbeda, penulis menyebutkan bahwa mungkin nanti akan ada kelanjutan kisah dari tokoh di ceritanya itu.
Kelebihan buku
Ada beberapa gambar atau sketsa sebagai ilustrasi di kisah ke 10. Ini seperti hiburan tersendiri ketika sampai di tengah perjalanan membaca buku ini.
Kekurangan buku
Pada halaman 180, penulisan nama tidak menggunakan huruf kapital (walaupun ini hanya nama binatang peliharaan :D)
Opini
Sejak di kisah pertama, buku ini sudah membuat saya "jijik" dan menimbulkan candu untuk mengajak terus menelusuri kisah-kisah lainnya. Cara penulis bertutur membuat pembaca hanyut dalam setiap kisah. Ketika disajikan polemik haram-halal dari semangkuk bakso mampu meninggalkan perasaan gemas dan turut merasakan lapar juga. Kisah spiritualitas insani yang diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari, meninggalkan tanya dan ruang diskusi di dalam diri.
Pesan manis dari penulis |
Sampul depan |